“Permasalahannya adalah agama hanya kita bawa saat di masjid
dan mushola saja. Saat kita pergi ke tempat yang lain, agama seakan-akan kita
tinggal dan disimpan di loker.”
Begitulah
makna yang kutangkap di acara talkshow sore ini.
Ya, masalah bangsa kita sekarang ialah adanya degradasi
moral. Karakter anak bangsa sekarang seakan dalam posisi abu-abu, tak mampu
membedakan apa yang baik dan mana yang buruk. Jelas, selama ini, penilaian
baik-buruknya sesuatu hanyalah mendasar pada apa yang masyarakat umum anggap
baik dan buruk. Nah, kalau hal buruk yang dilakukan terus-menerus kemudian
dianggap hal wajar, maka masyarakat pun akan mengkategorikan hal tersebut
sebagai hal yang biasa saja. Tak lagi dianggap buruk. Maka muncullah teori
bahwa, segala sesuatu itu relatif, tergantung dari sisi mana kamu melihatnya.
Padahal secara jelas, Allah telah memberikan patokan tentang
apa yang baik dan apa yang buruk. Mau
dilihat dari sisi manapun, jika Allah telah menetapkan bahwa hal itu buruk, ya,
berarti buruk. Tidak bisa diganggu gugat. Jika, patokan ini mau kita terapkan
dengan baik, saya jamin tak akan terjadi degradasi moral di lingkungan
masyarakat.
Coba bayangkan, jika agama selalu kita genggam dengan erat
di setiap aktivitas kita. Tentu, orang-orang akan diadili sesuai dengan
kesalahannya, takkan ada lagi korupsi, semuanya tertib dan aman.
Saya pun teringat dengan perkataan Imam Syafii, beliau
pernah berkata, “seorang auditor haruslah hafidzh dan memiliki tingkatan ibadah
yaumiah yang bagus.” Kalau aturan ini diterapkan di Indonesia sekarang, mungkin
stok auditor sangat sedikit, kali ya. Namun, saya yakin yang sedikit itu lebih
kuat dan mampu membawa Indonesia kita lebih baik.
Kembali ke topik moralitas. Saya pun teringat salah satu
ayat Al qur’an, “ Sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar.” Lalu,
ada orang yang yang protes, ada juga yang sholat tapi ia tetap melakukan
keburukan, lalu apa gunanya sholat?
Manusia memang memiliki dua sisi, kebaikan dan keburukan.
Untuk itulah, agama diturunkan agar mereka lebih condong pada kebaikan. Menurut
saya, ketika ada orang yang sholat atpi masih melakukan keburukan, tentu, kesalahan
ini tidak pada, ia melakukan shalat atau tidak. Tapi tentang pencapaian dari
shalatnya itu, berkualitas ataukah tidak. Apakah selama ini shalatnya hanya
sebuah ritual saja tanpa tahu esensi
dari setiap bacaannya? Hanya sekedar penggugur kewajiban saja. Ketika seseorang
memiliki kualitas ibadah yang baik, saya yakin, ia pasti memiliki kepribadian
yang lebih baik. Namun, terlepas dari itu semua, manusia tetaplah manusia,
mereka bukanlah malaikat yang tanpa cela.
12 Juli 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar