Di tulisanku yang kesekian ini, kawan, aku ingin berkirim
tanya padamu.
Pernahkah kau merasa begitu banyak deadline yang tercecer
memenuhi harimu?
Pernahkah kau merasa peluh seakan terasa penuh membasahi
otakmu?
Pernahkah kau merasa nafasmu begitu sesak?
Pernahkah kau begitu ingin menghilang sejenak, hengkang dari
kenyataan?
Pernahkah kau merasa sendiri, tiada berkawan, padahal berada
di tengah kerumunan?
Pernahkah?
Aku pernah, kawan, pernah mengalaminya. Kau tahu, mungkin
tak hanya sekali, barang dua atau tiga kali, pernah kumengalaminya.
Kawan, kau tahu, kapan aku mengalami hal-hal ini? Ya, kala
lelah berhasil mempengaruhi pikiranku untuk menyerah. Kala imanku telah kalah
oleh egoku saja. Dan saat itulah, setan pun berbisik riang, merasa menang.
Kawan, di saat
seperti ini, apa yang paling kau inginkan? Melepaskan segala yang telah kau
jalani, mencukupkan semuanya? Mematikan rasamu agar tak peduli lagi?
Jika ingin menghentikan langkah untuk beristirahat, maka
silahkan saja. Namun, kawan yang lain pun akan berteriak lantang, mengingatkan,
“Bukan saatnya kita beristirahat. Peristirahatan nyata hanyalah saat kau berada
ditimbunan tanah.”
Ah, dia benar kawan. Bukan saatnya kita beristirahat.
Kau tahu, Kawan? Jika Rasulullah menyerah begitu saja
setelah dihujani batu dan kotoran, tentu Islam takkan tersebar luas ke penjuru
dunia. Jika Rasulullah menyerah begitu saja setelah diludahi dan dihina mungkin
kita takkan bisa menikmati indahnya 30 juz lafal Al-Quran.
Jika begitu mudahnya menyerah kala lelah menerpa, mungkin
takkan kita kenal lagi Palestina. Jika begitu mudahnya menyerah kala lelah
menyapa, maka takkan kita dengar lagi kekokohan Al Aqsa. Sungguh, kelelahan itu
hanya akan menjadikan kita kalah.
Jika kau pernah merasa lelah, aku pun juga. Jika kau begitu
ingin hengkang dari perjuangan ini, aku pun pernah merasa. Tapi, ingatlah,
selalu ada upaya untuk mengalahkan lelah, jika kita mau menjalani segalanya,
Lillah....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar