Rabu, 25 Februari 2015

MENJADI YANG DICINTA

Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya itupun sama-sama memperoleh kebaikan. Berlombalah untuk memperoleh apa saja yang memberikan kemanfaatan padamu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah merasa lemah. Jikalau engkau terkena musibah, maka janganlah engkau berkata, ‘Andaikata saya mengerjakan begini, tentu akan menjadi begini dan begitu.’ Tetapi berkatalah, ‘Ini adalah takdir Allah dan apa saja yang dikehendaki oleh-Nya, tentu Dia melaksanakannya.’ Sebab sesungguhnya, ucapan ‘andaikata’ itu membuka pintu godaan setan.” (HR Muslim)
Yang Lebih Dicintai Oleh-Nya....
Tahukah kamu, siapakah yang lebih dicintai oleh Allah? Jawabnya ialah mukmin yang kuat. Kenapa harus mukmin yang kuat? Apa bedanya mukmin dengan muslim?
Sebelum mendefinisikan siapakah mukmin yang kuat, maka kita perlu mengetahui dulu siapa yang tergolong sebagai mukmin. Nah, menurut surat An Nur : 62, hanya orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya yang bisa dikategorikan sebagai seorang mukmin. Sementara, muslim adalah orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Jadi, bisa disimpulkan kalau mukmin ini tingkatannya lebih tinggi dari sekedar muslim. It means seorang mukmin sudah pasti muslim tapi seorang muslim belum tentu mukmin. Why? Karena sebuah iman itu merupakan tingkat kepercayaan kita terhadap Allah dan rasul-Nya yang membutuhkan pembuktian dalam hati, lisan, pikiran, bahkan tindakan.
Lalu mukmin yang kuat itu seperti apa? Apakah seperti atlet profesional sekaliber Ade Ray? Tentu saja makna kuat tidak sesempit itu, meskipun tak menampik kalau fisik merupakan salah satu bagiannya. Yang dimaksud kuat di sini ialah kuat imannya yang bisa ditunjang oleh kekuatan fisik, finansial, mental, dan sebagainya. Misalnya nih, orang yang memiliki badan yang sehat tentu bisa menjalankan ibadah yang lebih banyak dibandingkan orang yang sedang sakit. Coba kalau kita sedang sakit demam dan harus bedrest selama bulan ramadan, kita pasti terhalang untuk berpuasa sehingga peluang mendapat pahala pun berkurang. Di bidang finansial, misalnya, orang yang memiliki harta melimpah tentu lebih banyak peluang untuk beribadah seperti mendirikan panti asuhan, memperbanyak zakat dan sedekah. Bahkan, untuk melakukan ibadah haji ke baitullah pun membutuhkan lembaran rupiah, bukan?
Nah itulah, ketika seseorang yang memiliki kekuatan iman maka ia lebih dicintai oleh Allah karena ia memiliki banyak peluang untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi orang yang belum bisa mencapai titik tersebut, jangan risau, ya! Karena Allah tetap menghargai ibadah-ibadah yang kalian lakukan. Bukankah Dia yang Maha Adil dalam membalas kebaikan hamba-hamba-Nya?
Let’s Do It!
Sebenarnya siapapun bisa menjadi seorang mukmin yang kuat. Caranya? Banyak! Diantaranya, menggunakan waktu kita dengan baik dan disempurnakan dengan meminta pertolongan Allah. Yup! Inilah konsep ikhtiar dan tawakal yang tidak boleh dipisahkan.
Lalu aktivitas apa yang bisa membawa kemanfaatan bagi kita sebagai seorang remaja? Sesuatu yang tak hanya membawa kemanfaatan di dunia tapi juga akhirat kelak? Salah satunya dengan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, mengembangkan bakat dan potensi kita untuk kebaikan masyarakat luas. Sangat menyenangkan, jika bisa menuliskan mimpi-mimpi kita dalam peta hidup lalu berjuang dengan sungguh-sungguh untuk meraihnya. Tak cukup dengan berusaha, bertawakal pun perlu. Tahu tidak? Allah itu senang sekali kala seorang hamba yang telah bekerja keras itu meminta pertolongannya. Itu merupakan suatu cermin ketundukan dari seorang hamba. Betapa sombongnya kita, jika enggan berdoa kepada Allah setelah berusaha keras. Dan betapa lemahnya kita, jika hanya berdoa namun enggan berusaha.
Namun bagaimana jika segala yang kita lakukan tidak membuahkan hasil yang baik padahal telah diiringi oleh doa? Apakah Allah tak sayang lagi terhadap diri kita? Apakah Dia tidak mendengar doa-doa kita? Tentu Allah mendengar doa yang kita lantunkan tapi Dia jauh lebih mengetahui yang terbaik untuk kita jalani.
Saat kita merasa kecewa dan sedih atas apa yang telah kita jalani atau kita pilih, jangan pernah sekalipun menyesali keadaan meskipun dalam kondisi seburuk apapun. Kita tak boleh tenggelam dalam kesedihan. Kamu tahu kenapa? Saat seseorang mengalami kesedihan, setan akan menyusup ke memori otak kita lalu memutar video tentang kejadian menyakitkan di masa lalu. Hal ini akan memacu orang tersebut berharap bisa kembali ke masa lalu untuk memperbaiki keadaan. Ia tenggelam dalam penyesalan dan membayangkan seandainya saja ia bertindak lainnya. Ini bukanlah sikap mukmin yang kuat, guys!
Ketika ditimpa masalah, mukmin yang kuat akan berkata bahwa segala sesuatunya ialah kehendak Allah. Ia akan sabar dan ikhlas menjalaninya serta berusaha memahami segala hikmah dari peristiwa tersebut. Ia akan lantang berkata, “Innallaha ma ana, Allah membersamaiku”. Guys, penerimaan atas hal yang Allah tetapkan pada kita, tak hanya membuat kita lulus menjalani rukun iman yang pertama tapi juga kelima, iman kepada qada dan qadhar.

So, Jadilah mukmin yang kuat dengan terus melakukan kebaikan dan jangan pernah merasa bahwa Allah telah meninggalkanmu lalu meratapi keadaan. Sesungguhnya, banyak orang yang membuang waktunya untuk menyesali masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan padahal kehidupan yang baik itu selalu dimulai dari apa yang dikerjakan pada hari ini. So, Let’s Move Up, guys!

Rabu, 16 Juli 2014

CANGKIR 18 : AL QUR’AN MEMILIKI KEKUATAN SIHIR?


Tatkala membaca buku Kubisikkan Untukmu, ada sebuah bab yang berjudul, “Sihir Al Quran, Kenapa Kita Tidak Merasakannya?”. Hm... sihir Al Quran?  
“Dan tatkala kebenaran (Al Qur'an) itu datang kepada mereka, mereka berkata: "Ini adalah sihir dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingkarinya"
Menyimak surat Az-Zukhruf ayat 30 di atas, kita bisa mengetahui bahwa ternyata orang-orang kafir Quraisy dulu seringkali menyebut Al Qur’an sebagai sebuah sihir. Mengapa bisa disebut sebagai sihir?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sihir merupakan perbuatan yang ajaib yang dilakukan dengan pesona dan kekuatan gaib (guna-guna, mantra, dsb) atau bisa diartikan sebagai ilmu tentang penggunaan kekuatan gaib; ilmu gaib (teluh, tuju, dsb). Lalu apa yang membuat Al-Qur’an disamakan dengan sihir? Mari kita simak dulu beberapa kisah berikut.

Suatu ketika Abu Jahal, Abu Lahab, dan Akhnas bin Syariq mendatangi kediaman Rasulullah SAW. Mereka datang secara sembunyi-sembunyi di malam hari untuk mendengarkan lantunan ayat suci yang dibaca oleh Rasulullah saat shalat. Tentu, mereka mendengarkannya dari luar bilik rumah secara terpisah. Seusai Rasulullah melaksanakan shalat, saat beranjak pulang, mereka bertiga pun saling memergoki satu sama lain. Mereka saling mencela dan sepakat untuk tidak lagi menyambangi kediaman Rasulullah.

Malam berikutnya, ketiga orang ini ternyata saling melanggar kesepakatan tanpa diketahui satu sama lain. Mereka tak kuasa menahan keinginannya untuk memperdengarkan lantunan ayat suci Al Quran. Mereka pun saling mengira bahwa yang lain tak akan datang ke rumah Rasulullah. Hingga Rasulullah menyelesaikan shalatnya, mereka pun kembali saling memergoki satu sama lain. Maka terjadilah celaan sebagaimana malam sebelumnya.

Di malam berikutnya lagi, mereka pun tak dapat menahan gejolak jiwanya untuk mendengarkan kembali lantunan ayat Al Quran. Mereka pun menempati posisi masing-masing. Dan, seusai Rasulullah shalat, mereka kembali memergoki satu sama lain. Akhirnya, mereka pun memutuskan membuat perjanjian untuk sama-sama tidak kembali ke kediaman Rasulullah bahkan sekedar membaca Al Quran.

Lihatlah, ternyata keindahan AL Quran ini berhasil mempesona hati sosok Abu Jahal, Abu Lahab, dan Akhnas bin Syariq.

Lain halnya dengan ketiga sosok tersebut, Abul Walid, seorang pemuka Quraisy pernah menyambangi Rasulullah untuk melontarkan cacian. Setelah ia puas mencaci maki, Rasulullah pun balik berkata, “Apakah engkau telah selesai menyampaikan apa yang ingin kau sampaikan, wahai Abul Walid? Maka, sekarang dengarkanlah apa yang kuucapkan.”

Rasulullah pun melantunkan surat Fushilat ayat 1 sampai 13. Tiba-tiba Abul Walid membekap mulut Rasulullah agar beliau menghentikan bacaannya. Maka Abul Walid pun kembali kepada kaumnya. Ia pun berkata, “Aku mendengarkan darinya kalimat yang bukan kalimat jin dan kalimat bukan manusia.... Demi 
Allah, kalimat itu sangat nikmat....”

Subhanallah.... Ternyata keindahan inilah yang dianggap oleh para kafir Quraisy sebagai sebuah sihir. Lantunan ayat Al Quran telah menggetarkan jiwa mereka. Mereka pun takut, mendengarkan Al Quran akan membuat kepercayaan mereka terhadap budaya leluhur goyah. Pesona Al Quran ini jugalah yang telah membuat seorang Umar Bin Khattab, tokoh Quraisy yang dikenal berwatak keras,  masuk Islam.

Begitu dahsyat pesona Al Quran ini. Bahkan ia mampu membuat hati orang-orang Quraisy bergetar kala mendengarnya. Ah, apakah kita bisa merasakan pula getaran itu setiap kali dibacakan atau membaca Al Quran? Hm, rasanya jarang sekali. Barang kali kita baru bisa menangis saat hati kita sedang dirundung duka. Tapi, kalau suka menyapa, rasanya sulit sekali meneteskan air mata. Ah!

Dalam sebuah hadis riwayat muslim, suatu kali Rasulullah pun pernah ditanya, “Siapakah orang yang paling baik suaranya dalam membaca Al Quran dan paling baik bacaannya?

Maka Rasul pun menjawab, “ Ialah orang yang jika engkau mendengarkannya, engkau lihat dirinya takut kepada Allah.”

Astagfirullah....


Jika diri ini masih sulit untuk melantunkan Al Quran dengan baik, hati ini belum mampu merasakan getaran saat memperdengarkan Al Quran, barang kali memang ada yang salah dengan ketundukan diri ini kepada-Mu.

16 Juli 2014

CANGKIR 17 : ANDAI SEMUA TAHU

Pagi menjelang siang, ibu sudah duduk di depan televisi. Tak seperti biasanya. Dengan sebuah remote, beliau mengganti-ganti channel layar kaca. Entah, tontonan apa yang beliau cari. Jam segini, tentu lebih banyak tayangan gosip ataupun film semacam FTV. Beliau pun berhenti pada salah satu media yang akhir-akhir ini begitu konsisiten menayangkan berita tentang Gaza.

Tiba-tiba ibu pun bertanya setelah sejenak terdiam meresapi tayangan yang ada di depannya.

“Penyebab perang di Palestina itu apa, tho?”

Aku pun terhenyak. Ternyata tak banyak orang yang tahu tentang penyebab serangan Israel ke Palestina. Ya, bagi beberapa orang, hal ini tentu tak begitu penting. Apalagi dengan berita yan simpang siur di kalangan media. Dan, selama ini, aku lupa untuk memberikan informasi kepada mereka, terutama keluargaku, tentang apa yang telah terjadi di luar sana. Beberapa hari ini, aku hanya memperlihatkan foto-foto korban serangan Israel tapi tak pernah memberitahukan lebih dari itu.

“Israel itu telah merebut wilayah Palestina, Bu. Selain itu,mereka juga berusaha menghancurkan Masjidil Aqso dan ingin mendirikan Haikal Solomon. Jadi, rakyat Palestina sekarang berjuang mempertahankan wilayahnya juga menjaga Masjidil Aqso.”

Aku berusaha menjelaskan dengan singkat. Tapi, mengucapkan Haikal Solomon itu agaknya jawaban yang kurang bisa dicerna. Aku pun kemudian menjelaskan peta wilayah yang kebetulan ditayangkan di layar kaca.

“Sekarang, wilayah Palestina tinggal yang sedikit itu sementara yang lain telah dikuasai oleh Israel. Orang-orang Palestina dipaksa meninggalkan rumah-rumah yang menjadi hak mereka.”

“Anak-anak kecil di sana berani, ya, melawan tentara,” kata Ibu saat melihat media menyangkan video tentang perlawanan yang dilakukan oleh anak-anak.

“Ya, mereka bahkan berani melempari tank-tank Israel hanya dengan batu,” aku pun menimpali. 

Hm, sedih rasanya melihat kenyataan bahwa tak banyak orang paham tentang derita yang ada di Palestina. Ditambah dengan pendapat beberapa orang yang seakan memprovokasi untuk tak acuh pada Palestina. Hei, andai kalian tahu yang sebenarnya terjadi.


Ada yang berpendapat bahwa percuma menggelar aksi-aksi ataupun demonstrasi peduli Gaza, toh Israel takkan menggubrisnya. Betul, aksi-aksi kami takkan pernah didengar oleh Israel. Tapi, setidaknya aksi-aksi ini bisa menjadi sebuah sarana untuk mengabarkan bahwa saudara kita di Gaza sedang dalam kedzaliman. Setidaknya, aksi ini bisa memberikan kabar bagi yang belum tahu, mengingatkan bagi yang lupa, menyadarkan mereka yang awalnya tak peduli. Sunggu, aksi ini lebih baik daripada berdiam diri. 

15 Juli 2014

CANGKIR 16 : DUA PULUH RIBU

Kulihat jam yang yang tergantung di salah satu sudut dinding, Pukul 13.30. Aku pun bergegas menuju ke area bus Surabaya-Semarang. Sebuah bus berwarna merah tua telah siap menunggu kedatangan penumpang. Aku pun segera masuk menuju ke arah bangku nomor dua yang masih kosong. Bus nampak sepi penumpang. Agaknya, aku harus menunggu lama. Bus takkan segera berangkat.

Lalu lalang pengasong naik-turun menawarkan barang dagangan. Seorang penjual majalah pun tak mau kalah. Ia menawarkan majalah Kartini edisi lama kepadaku. Ah, mentang-mentang aku wanita, penjual ini menawakan Kartini kepadaku dan Tempo kepada bapak yang duduk di depanku.

“Ini separuh harga, Mbak,” tawarnya kepadaku.

Kupandangi cover majalahnya. Aku tak tertarik dengan berita yang disajikan.

Wonten Tempo, Pak?”

Yang kuajak bicara pun tercekat. Bingung mungkin karena aku lebih tertarik pada Tempo dibanding majalah wanita yang ditawarkan untukku. Sebuah majalah edisi bulan Juni pun beliau berikan padaku. Wah, ini pasti masih mahal harganya, pikirku.

“Edisi Juni, Mbak, beritanya belum basi. Monggo, Mbak, mau bayar berapa, buat penglarisan saya.”

Aku berpikir sejenak. Semisal dihitung separuh harga seperti yang Kartini, ini juga masih lumayan mahal.

“Mbak, nawar berapa? Kurang dari harga yang tertera ini juga nggak apa.”

Bapak penjual ini pun mulai merayu. Beliau cerita dari kemarin dagangannya sepi, tak ada pemasukan untuk sekedar mengepulkan asap dapur, tak ada uang untuk sekedar berbuka.

“Sepuluh ribu, ya, Pak?” tawarku asal.

Beliau pun mengernyitkan dahi pertanda tak setuju. Harga yang kutawarkan tentu jauh dari harga asli majalah itu.

“Dua puluh ribu ya, Mbak? Majalah ini masih tergolong baru, edisi Juni.”

Aduh, dua puluh ribu? Uangnya.... Apa nggak jadi beli aja, ya. Hm....

Eh, dua puluh ribu? Tiba-tiba aku pun teringat dengan kejadian beberapa jam yang lalu sebelum berangkat ke terminal.

Hari ini, sebelum pulang, aku berencana menjual kertas-kertas yang sudah tak terpakai ke penjual rongsokan. Bersama Mbak Ratih—juga berniat menjual barang—aku pun menuju ke tempat biasa. Namun, tempat yang kami tuju nampak sepi. Tak ada sahutan pemilik rumah padahal kami telah berkali-kali mengucapkan salam. Sedikit putus asa, kami pun memutuskan pulang. Di perjalanan, alhamdulillah, kami menemukan penjual rongsokan yang lain. Tempatnya agak masuk ke dalam gang sempit dan lebih kecil dibandingkan tempat yang biasa kami tuju. Seorang Ibu pun menyambut.

“Memang udah rejeki ibunya,” bisik Mbak Ratih.

Kertas-kertas bekas yang kubawa pun segera ditimbang. Beratnya 16 kg dan dihargai Rp1200,00 per kilonya.

“Ini, Mbak, dua puluh ribu,” Ibu itu menyodorkan empat lembar uang lima ribuan kepadaku.

Aku merasa ada yang salah saat menerimanya. Apa nggak kebanyakan? Tapi, ya sudah, alhamdulillah bisa untuk ongkos pulang, pikirku.


Empat lembar uang lima ribuan itu masih tertata utuh di dompetku. Rencananya uang itu mau aku pakai untuk membeli sesuatu. Tapi, ya, sudah. Aku mengeluarkan uang dua puluh ribu dan menukarnya dengan sebuah majalah yang sejak tadi ada di tanganku. Ah, uang ini memang rejeki dari Allah untuk si bapak.

14 Juli 2014

CANGKIR 15 : ASUPAN RUH

Manusia diciptakan oleh Allah swt dengan tiga potensi yakni jasad, ruh/hati, dan fikiran. Jasad merupakan potensi yang bisa dilihat wujudnya, yakni tubuh/raga kita. Ruh/hati itu tercermin dari perilaku atau kondisi psikologis seseorang. Sementara, pikiran / akal biasanya diukur dengan tingkat kecerdasan / IQ. Nah, ketiga potensi ini sebenarnya memiliki fungsi yang sama pentingnya dan saling mendukung satu sama lain. Namun, menurut saya pribadi, dari ketiga potensi itu,, yang paling penting ialah ruh. Ruh seakan punya kendali besar untuk menggerakkan jasad dan pikiran.

Kalau jasad sakit, selama ruh dan pikiran dalam kondisi baik, maka jasad pun akan segera membaik. Lihat saja, orang yang sakit akan realtif cepat sembuh jika ia senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhannya dan berpositif thingking (kecuali takdir telah menentukan mautnya). Kalau pikiran mengalami gangguan, selama ruh dan jasad masih dalam kondisi baik, manusia pun masih bisa beraktivitas. Namun, bagaimana jika ruhnya yang sakit? Maka matilah seluruh potensi yang lain. Lha, kok bisa? Misalnya saja, saat kita sedang mengalami suatu kejadian yang tidak menyenangkan hingga menjadikan diri kita larut dalam kesedihan. Nah, kesedihan yang berlarut-larut ini merupakan pertanda sakitnya ruh/hati kita. ketika kita dilanda kesedihan yang sangat dalam tentu bisa membuat diri kita jatuh sakit (jasad ikut sakit) dan tidak bisa berpikir jernih, logikanya akan terganggu serta hanya mementingkan perasaanya saja (pikiran jadi sakit).

Nah, bagaimana agar ruh / hati kita senantiasa dalam kondisi sehat? Jika untuk menyehatkan jasad kita harus mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi, maka ruh pun perlu diberi asupan yang menyehatkan pula. Apa itu? Tentu dengan beribadah. Salah satunya? Dengan membaca Al Quran.

Seorang ustadzah pernah menyampaikan sebuah wejangan, “Semakin padat aktivitas yang kamu lakukan maka harus diiringi tilawah yang lebih banyak pula. Karena aktivitas membaca Al Quran akan memberikan energi yang besar untuk ruh.”

Meskipun jasad kita lelah dengan padatnya aktivitas, kalau ruh kita memiliki asupan energi yang cukup, maka kita takkan mudah mengeluh dan berputus asa. Kita masih bisa bersemangat.

Selain itu, membaca Al Quran itu banyak manfaatnya. Allah akan menyempurnakan pahala untuk orang-orang yang selalu membaca Al Qur’an.

"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri." (Qs. Fathir: 29 - 30)

Bahkan hanya sekedar mendengarkan orang yang membaca Al Quran pun Allah menjanjikan limpahan rahmat-Nya. Sebagaimana yang termaktub pada Quran surat Al-A’raf ayat 204

“Dan apabila dibacakan Al Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”


Lalu, apalagi yang telah menghalangimu untuk memperbanyak membaca Al quran di tiap harinya? Karena belum bisa memahami makna yang terkandung di dalamnya? Itu bukan alasan yang tepat. Sekali lagi, membaca Al Quran merupakan asupan makanan yang bergizi bagi ruh kita. Meskipun pemahaman kita terhadap makna yang terkandung di dalamnya belum sempurna, kita harus tetap banyak mengkonsumsinya apalagi di saat aktivitas yang padat merayap. Maka, mengurangi jumlah takarannya tentu membuat ruh kita kekurangan energi.

13 Juli 2014

CANGKIR 14 : MENGGENGAM AGAMA

“Permasalahannya adalah agama hanya kita bawa saat di masjid dan mushola saja. Saat kita pergi ke tempat yang lain, agama seakan-akan kita tinggal dan disimpan di loker.”

Begitulah makna yang kutangkap di acara talkshow sore ini.

Ya, masalah bangsa kita sekarang ialah adanya degradasi moral. Karakter anak bangsa sekarang seakan dalam posisi abu-abu, tak mampu membedakan apa yang baik dan mana yang buruk. Jelas, selama ini, penilaian baik-buruknya sesuatu hanyalah mendasar pada apa yang masyarakat umum anggap baik dan buruk. Nah, kalau hal buruk yang dilakukan terus-menerus kemudian dianggap hal wajar, maka masyarakat pun akan mengkategorikan hal tersebut sebagai hal yang biasa saja. Tak lagi dianggap buruk. Maka muncullah teori bahwa, segala sesuatu itu relatif, tergantung dari sisi mana kamu melihatnya.

Padahal secara jelas, Allah telah memberikan patokan tentang apa yang baik dan apa yang  buruk. Mau dilihat dari sisi manapun, jika Allah telah menetapkan bahwa hal itu buruk, ya, berarti buruk. Tidak bisa diganggu gugat. Jika, patokan ini mau kita terapkan dengan baik, saya jamin tak akan terjadi degradasi moral di lingkungan masyarakat.

Coba bayangkan, jika agama selalu kita genggam dengan erat di setiap aktivitas kita. Tentu, orang-orang akan diadili sesuai dengan kesalahannya, takkan ada lagi korupsi, semuanya tertib dan aman.
Saya pun teringat dengan perkataan Imam Syafii, beliau pernah berkata, “seorang auditor haruslah hafidzh dan memiliki tingkatan ibadah yaumiah yang bagus.” Kalau aturan ini diterapkan di Indonesia sekarang, mungkin stok auditor sangat sedikit, kali ya. Namun, saya yakin yang sedikit itu lebih kuat dan mampu membawa Indonesia kita lebih baik.

Kembali ke topik moralitas. Saya pun teringat salah satu ayat Al qur’an, “ Sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar.” Lalu, ada orang yang yang protes, ada juga yang sholat tapi ia tetap melakukan keburukan, lalu apa gunanya sholat?


Manusia memang memiliki dua sisi, kebaikan dan keburukan. Untuk itulah, agama diturunkan agar mereka lebih condong pada kebaikan. Menurut saya, ketika ada orang yang sholat atpi masih melakukan keburukan, tentu, kesalahan ini tidak pada, ia melakukan shalat atau tidak. Tapi tentang pencapaian dari shalatnya itu, berkualitas ataukah tidak. Apakah selama ini shalatnya hanya sebuah  ritual saja tanpa tahu esensi dari setiap bacaannya? Hanya sekedar penggugur kewajiban saja. Ketika seseorang memiliki kualitas ibadah yang baik, saya yakin, ia pasti memiliki kepribadian yang lebih baik. Namun, terlepas dari itu semua, manusia tetaplah manusia, mereka bukanlah malaikat yang tanpa cela.

12 Juli 2014

CANGKIR 13 : LELAH

Di tulisanku yang kesekian ini, kawan, aku ingin berkirim tanya padamu.

Pernahkah kau merasa begitu banyak deadline yang tercecer memenuhi harimu?

Pernahkah kau merasa peluh seakan terasa penuh membasahi otakmu?

Pernahkah kau merasa nafasmu begitu sesak?

Pernahkah kau begitu ingin menghilang sejenak, hengkang dari kenyataan?

Pernahkah kau merasa sendiri, tiada berkawan, padahal berada di tengah kerumunan?

Pernahkah?

Aku pernah, kawan, pernah mengalaminya. Kau tahu, mungkin tak hanya sekali, barang dua atau tiga kali, pernah kumengalaminya.

Kawan, kau tahu, kapan aku mengalami hal-hal ini? Ya, kala lelah berhasil mempengaruhi pikiranku untuk menyerah. Kala imanku telah kalah oleh egoku saja. Dan saat itulah, setan pun berbisik riang, merasa menang.

Kawan, di saat seperti ini, apa yang paling kau inginkan? Melepaskan segala yang telah kau jalani, mencukupkan semuanya? Mematikan rasamu agar tak peduli lagi?

Jika ingin menghentikan langkah untuk beristirahat, maka silahkan saja. Namun, kawan yang lain pun akan berteriak lantang, mengingatkan, “Bukan saatnya kita beristirahat. Peristirahatan nyata hanyalah saat kau berada ditimbunan tanah.”

Ah, dia benar kawan. Bukan saatnya kita beristirahat.

Kau tahu, Kawan? Jika Rasulullah menyerah begitu saja setelah dihujani batu dan kotoran, tentu Islam takkan tersebar luas ke penjuru dunia. Jika Rasulullah menyerah begitu saja setelah diludahi dan dihina mungkin kita takkan bisa menikmati indahnya 30 juz lafal Al-Quran.

Jika begitu mudahnya menyerah kala lelah menerpa, mungkin takkan kita kenal lagi Palestina. Jika begitu mudahnya menyerah kala lelah menyapa, maka takkan kita dengar lagi kekokohan Al Aqsa. Sungguh, kelelahan itu hanya akan menjadikan kita kalah.

Jika kau pernah merasa lelah, aku pun juga. Jika kau begitu ingin hengkang dari perjuangan ini, aku pun pernah merasa. Tapi, ingatlah, selalu ada upaya untuk mengalahkan lelah, jika kita mau menjalani segalanya, Lillah....