Rabu, 05 Februari 2014

Pertaruhan


Sial! Entah sampai kapan aku harus berada di arena petarungan ini. Berawal dari pemukiman kumuh, aku tumbuh dan berkembang bersama mereka. Lebih tepatnya di bawah kungkungan mereka. Dandi dan genk-nya ibarat sekelompok raksasa kurawa yang haus akan kekuasaan. Berhasrat mencengkeramku dan mengusirku dari dunia ini. Tidakkah Dandi sadar bahwa aku dan dia masih ada ikatan darah? Bahwa aku seharusnya menjadi satu-satunya saudara yang harus dilindunginya. Oh, Tuhan....

Dua puluh tahun pun berlalu. Ketika aku mulai hengkang dan bernafas kembali, pergi mencari kehidupan baru, Dandi datang kepadaku. Tatapan matanya masih sama bahwa aku tak layak untuk mendapatkan apapun di dunia ini termasuk jabatan direktur perusahaan tekstil di Solo. Perusahaan yang kubangun dengan keringatku.

“Randi, lama sekali tidak bertemu denganmu. Lihatlah, betapa suksesnya dirimu sekarang,” Dandi tersenyum, menyeringai, “Aku punya penawaran untukmu, sebuah pertaruhan. Kuyakin kau pasti menyukainya....”


Pertaruhan! Kata ini selalu menyihirku menjadi sosok Yudhistira, gila pertaruhan. Sulit bagiku menolaknya. Harga diri! Itulah yang aku junjung tinggi. Namun, kali ini perusahaanku yang akan jadi taruhannya. Jika aku kalah maka aku seperti pandhawa yang terusir dari tanah Indraprastha lalu mengembara ke hutan, hidup dalam penyamaran. Aku tak mau seperti itu. Kan kumenangkan pertaruhan ini. Karena aku bukan sekedar Yudistira melainkan Pandawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar