Sial!
Entah sampai kapan aku harus berada di arena petarungan ini. Berawal dari
pemukiman kumuh, aku tumbuh dan berkembang bersama mereka. Lebih tepatnya di
bawah kungkungan mereka. Dandi dan genk-nya
ibarat sekelompok raksasa kurawa yang haus akan kekuasaan. Berhasrat
mencengkeramku dan mengusirku dari dunia ini. Tidakkah Dandi sadar bahwa aku
dan dia masih ada ikatan darah? Bahwa aku seharusnya menjadi satu-satunya
saudara yang harus dilindunginya. Oh, Tuhan....
Dua
puluh tahun pun berlalu. Ketika aku mulai hengkang dan bernafas kembali, pergi mencari
kehidupan baru, Dandi datang kepadaku. Tatapan matanya masih sama bahwa aku tak
layak untuk mendapatkan apapun di dunia ini termasuk jabatan direktur
perusahaan tekstil di Solo. Perusahaan yang kubangun dengan keringatku.
“Randi,
lama sekali tidak bertemu denganmu. Lihatlah, betapa suksesnya dirimu
sekarang,” Dandi tersenyum, menyeringai, “Aku punya penawaran untukmu, sebuah
pertaruhan. Kuyakin kau pasti menyukainya....”
Pertaruhan!
Kata ini selalu menyihirku menjadi sosok Yudhistira, gila pertaruhan. Sulit
bagiku menolaknya. Harga diri! Itulah yang aku junjung tinggi. Namun, kali ini
perusahaanku yang akan jadi taruhannya. Jika aku kalah maka aku seperti
pandhawa yang terusir dari tanah Indraprastha lalu mengembara ke hutan, hidup
dalam penyamaran. Aku tak mau seperti itu. Kan kumenangkan pertaruhan ini. Karena
aku bukan sekedar Yudistira melainkan Pandawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar