“Horee...
Bapak pulang....” teriak Minah. Boneka yang sedari tadi dimainkannya langsung
ia geletakkan begitu saja. Gadis kecil itu berlari riang memeluk bapaknya.
“Lihat,
Bapak bawakan kesukaanmu..” sembari mengeluarkan buah jambu biji dari plastik kresek yang ditentengnya.
“Tadi,
sehabis mentas dari sawah, Bapak
tengok dua pohon jambu dekat gubuk kita. Ternyata sudah berbuah banyak dan
besar-besar. Bapak ingat kalo Minah suka sekali jambu. Jadi Bapak ambilkan
beberapa untukmu. Lihat, besar-besar bukan?”
Minah
langsung mengambil satu yang paling besar, “Wah pasti manis...” mulutnya siap
untuk mencicipi buah Jambu yang terlihat lezat.
“E.. eh...
dicuci dulu, Minah, baru dimakan,” Ibu meraih Jambu yang dipegang Minah lalu
mencucinya dengan air bersih dan diberikan kembali kepada Minah. Secepat kilat,
jambu itu mendapatkan gigitan pertama.
“Hm..
tidak semanis biasanya. Padahal jambunya besar, “ Kata Minah.
Ibu
tersenyum, “Bapakmu ini memang tidak pintar dalam memilih buah, Nduk. Tidak
bisa membedakan mana buah yang bagus mana yang tidak, bisanya cuma makan.“
“ Ya
sudah, besok, Ibu sama Minah ikut Bapak ke sawah. Kita panen sama-sama buah
jambunya. Bawa bakul besar untuk wadah. Nanti
jambunya bisa dijual ke Pasar. Lumayan Bu, dapat uang 30-50 ribu. Bisa nambah
persediaan beras kita.”
Ibu mengangguk setuju. Minah senang
mendengarnya. Ia membayangkan tumpukan buah jambu yang besar-besar dan manis.
Lezat...
***
Keesokan paginya, mereka sekeluarga pun
berangkat ke sawah. Ibu memanggul sebuah bakul besar. Sedangkan Aminah membawa
bakul kecil di pinggang. Sesampai di sawah, bakul itu pun diletakkan di gubuk.
“Lhadalah,
sepertinya kelelawar sudah mendahului kita, Bu!” Bapak menunjuk ke area rumput
dekat pohon jambu tumbuh. Terlihat serpihan jambu berceceran. Tampak pula satu
dua jambu tak utuh menggantung di ranting pohon. Terlihat daging buahnya yang
merah bekas gigitan kelelawar.
“Padahal, kemarin sore buahnya masih bagus,
Bu”
“Tidak apa, Pak, toh kelelawar itu mengambil
beberapa saja. Masih tersisa banyak untuk kita.”
Minah tak mengacuhkan apa yang
diperbincangkan oleh orang tuanya. Ia sedari tadi memandangi satu buah jambu
besar yang menggantung diujung ranting, tak jauh dari tempat Ia berdiri. Tampak
daging buahnya yang merah, barangkali bekas gigitan kelelawar semalam. Ia pun
mencoba melompat meraih buah jambu itu.
“Hm enaaak, “ Minah menggigit sisi yang masih
utuh.
“Minah, jangan dimakan ini bekas gigitan
hewan, Nduk!“ Ibu membuang jambu yang dipegang Minah.
“Tapi, jambunya enak dan manis... Tidak seperti
yang Bapak petik. Kelelawar itu pandai sekali memilih jambu yang lezat. Lebih
pandai daripada Bapak,“ celetuk Minah polos.
Dan semuanya tertawa mendengar ucapan Minah
..................................................................................................................................................................
Seringkali
kita menemui kejadian seperti ini, bukan? Manusia mengeluhkan tanamannya di
rusak oleh hewan yang dianggap sebagai hama. Hewan memang memiliki cita rasa
yang tinggi dalam memilih makanannya. Seperti yang diceritakan kisah di atas,
kelelawar punya selera yang bagus dalam memilih buah mana yang sudah matang dan
manis. Sedangkan ‘Bapak’ pemilik pohon tidak mampu memilih mana buah yang bagus
sehingga salah petik.
Lalu
apa yang sebenarnya dapat kita pelajari dari cerita di atas? Tentunya bukan
tentang tips dalam memilih buah jambu karena perlu bertanya kepada “sang ahli
buah” kelelawar (jadi inget iklan salam satu produk minuman rasa buah :p )
Coba cermati
cerita berikut :
Kendy, ketua organisasi A, merasa kecewa karena Didin,
salah seorang anggota organisasi A, mengundurkan diri dari organisasi. Kendy
kecewa karena Didin memilih untuk bergabung dengan organisasi B yang notabene sering
berlawanan tujuan dengan organisasi A.
Di sisi lain, Didin merasa bahwa organisasi A selama ini
tidak bisa melihat potensi yang dimilikinya. Sementara organisasi B mampu
memberikan sarana dalam mengembangkan potensinya sehingga Didin mampu menjadi
orang yang ‘luar biasa’
Kasus
seperti di atas juga sering terjadi dalam lembaga dakwah. Banyak kader yang
lepas dan akhirnya berpindah pada gerakan lainnya bahkan menjadi orang ‘penting’
didalamnya. Atau ada pula yang keluar dan memilih untuk lebih fokus dalam
kuliah. Sebuah lembaga dakwah, memang harus peka dalam membaca dan
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh para kader. Harus mampu melihat mana
kader yang bagus dan mana kader yang masih butuh bimbingan. Kader yang bagus
pun harus tetap dijaga dengan baik jangan sampai seperti jambu yang dimakan
oleh kelelawar tadi.
Siapa
yang tidak merasa sedih melihat salah satu kader yang lepas akhirnya bergabung
dengan lembaga lain, meraih kedudukan penting di lembaga itu, dan berbalik
menyerang lembaga kita?

Tidak ada komentar:
Posting Komentar