Minggu, 05 Januari 2014

Bapak Vs Kelelawar

“Horee... Bapak pulang....” teriak Minah. Boneka yang sedari tadi dimainkannya langsung ia geletakkan begitu saja. Gadis kecil itu berlari riang memeluk bapaknya.

“Lihat, Bapak bawakan kesukaanmu..” sembari mengeluarkan buah jambu biji dari plastik kresek  yang ditentengnya.

“Tadi, sehabis mentas dari sawah, Bapak tengok dua pohon jambu dekat gubuk kita. Ternyata sudah berbuah banyak dan besar-besar. Bapak ingat kalo Minah suka sekali jambu. Jadi Bapak ambilkan beberapa untukmu. Lihat, besar-besar bukan?”

Minah langsung mengambil satu yang paling besar, “Wah pasti manis...” mulutnya siap untuk mencicipi buah Jambu yang terlihat lezat.

“E.. eh... dicuci dulu, Minah, baru dimakan,” Ibu meraih Jambu yang dipegang Minah lalu mencucinya dengan air bersih dan diberikan kembali kepada Minah. Secepat kilat, jambu itu mendapatkan gigitan pertama.

“Hm.. tidak semanis biasanya. Padahal jambunya besar, “ Kata Minah.

Ibu tersenyum, “Bapakmu ini memang tidak pintar dalam memilih buah, Nduk. Tidak bisa membedakan mana buah yang bagus mana yang tidak, bisanya cuma makan.“

“ Ya sudah, besok, Ibu sama Minah ikut Bapak ke sawah. Kita panen sama-sama buah jambunya. Bawa bakul besar untuk wadah. Nanti jambunya bisa dijual ke Pasar. Lumayan Bu, dapat uang 30-50 ribu. Bisa nambah persediaan beras kita.”

Ibu mengangguk setuju. Minah senang mendengarnya. Ia membayangkan tumpukan buah jambu yang besar-besar dan manis. Lezat...
***
Keesokan paginya, mereka sekeluarga pun berangkat ke sawah. Ibu memanggul sebuah bakul besar. Sedangkan Aminah membawa bakul kecil di pinggang. Sesampai di sawah, bakul itu pun diletakkan di gubuk.

Lhadalah, sepertinya kelelawar sudah mendahului kita, Bu!” Bapak menunjuk ke area rumput dekat pohon jambu tumbuh. Terlihat serpihan jambu berceceran. Tampak pula satu dua jambu tak utuh menggantung di ranting pohon. Terlihat daging buahnya yang merah bekas gigitan kelelawar.

“Padahal, kemarin sore buahnya masih bagus, Bu”

“Tidak apa, Pak, toh kelelawar itu mengambil beberapa saja. Masih tersisa banyak untuk kita.”

Minah tak mengacuhkan apa yang diperbincangkan oleh orang tuanya. Ia sedari tadi memandangi satu buah jambu besar yang menggantung diujung ranting, tak jauh dari tempat Ia berdiri. Tampak daging buahnya yang merah, barangkali bekas gigitan kelelawar semalam. Ia pun mencoba melompat meraih buah jambu itu.

“Hm enaaak, “ Minah menggigit sisi yang masih utuh.

“Minah, jangan dimakan ini bekas gigitan hewan, Nduk!“ Ibu membuang jambu yang dipegang Minah.

“Tapi, jambunya enak dan manis... Tidak seperti yang Bapak petik. Kelelawar itu pandai sekali memilih jambu yang lezat. Lebih pandai daripada Bapak,“ celetuk Minah polos.

Dan semuanya tertawa mendengar ucapan Minah
..................................................................................................................................................................
Seringkali kita menemui kejadian seperti ini, bukan? Manusia mengeluhkan tanamannya di rusak oleh hewan yang dianggap sebagai hama. Hewan memang memiliki cita rasa yang tinggi dalam memilih makanannya. Seperti yang diceritakan kisah di atas, kelelawar punya selera yang bagus dalam memilih buah mana yang sudah matang dan manis. Sedangkan ‘Bapak’ pemilik pohon tidak mampu memilih mana buah yang bagus sehingga salah petik.

Lalu apa yang sebenarnya dapat kita pelajari dari cerita di atas? Tentunya bukan tentang tips dalam memilih buah jambu karena perlu bertanya kepada “sang ahli buah” kelelawar (jadi inget iklan salam satu produk minuman rasa buah :p )

Coba cermati cerita berikut :

Kendy, ketua organisasi A, merasa kecewa karena Didin, salah seorang anggota organisasi A, mengundurkan diri dari organisasi. Kendy kecewa karena Didin memilih untuk bergabung dengan organisasi B yang notabene sering berlawanan tujuan dengan organisasi A.

Di sisi lain, Didin merasa bahwa organisasi A selama ini tidak bisa melihat potensi yang dimilikinya. Sementara organisasi B mampu memberikan sarana dalam mengembangkan potensinya sehingga Didin mampu menjadi orang yang ‘luar biasa’

Kasus seperti di atas juga sering terjadi dalam lembaga dakwah. Banyak kader yang lepas dan akhirnya berpindah pada gerakan lainnya bahkan menjadi orang ‘penting’ didalamnya. Atau ada pula yang keluar dan memilih untuk lebih fokus dalam kuliah. Sebuah lembaga dakwah, memang harus peka dalam membaca dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh para kader. Harus mampu melihat mana kader yang bagus dan mana kader yang masih butuh bimbingan. Kader yang bagus pun harus tetap dijaga dengan baik jangan sampai seperti jambu yang dimakan oleh kelelawar tadi.


Siapa yang tidak merasa sedih melihat salah satu kader yang lepas akhirnya bergabung dengan lembaga lain, meraih kedudukan penting di lembaga itu, dan berbalik menyerang lembaga kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar