Senin, 11 November 2013

BUS DAN PILIHAN HIDUP (1)



Siang ini saya baru saja mengurus penelitian di Unes, salah satu perguruan tinggi di Semarang. Setelah urusan selesai, saya pun memutuskan langsung pulang dengan naik angkutan menuju daerah Jatingaleh. Dari sinilah saya akan memulai cerita.
               Turun di Jatingaleh saya pun memutuskan untuk menuju salah satu halte terdekat. Yap, ada dua jenis halte berjajar, 1 halte khusus BRT dan 1 halte untuk kendaraan umum lainnya. Sebenarnya banyak alternatif kendaraan yang bisa saya pilih untuk pulang ke tembalang. Mau memilih 2x transit atau langsung 1x transit. Untuk pilihan pertama dengan menggunakan 2x transit, pertama bisa naik kendaraan arah banyumanik (banyak sekali pilihannya, bisa naik bus banyumanik, bus damri, bus pudak payung, brt, ataupun angkutan arah banyumanik) turun di patung kuda kemudian naik lagi angkot menuju tembalang. Harga yang harus dibayar untuk sekali naik sekitar Rp 2500,-. Jadi total yang harus dikeluarkan untuk sampai tembalang sekitar 2xRp 2500,- = Rp 5000,-
                Nah untuk alternatif kedua, naik bus jurusan Bukit kencana-mangkang, cukup satu kali naik saja dan hanya merogoh Rp 3000,-. Lebih murah memng. Tapi sayang, bus yang beroperasi sangat sedikit sehingga kita harus menunggu lama bisa 30 menit atau bahkan 1 jam.
                Lalu mana yang saya pilih kemudian? Karena saya harus berhemat maka saya memutuskan untuk naik Bus jurusan Bukit Kencana-mangkang. Konsekuensinya saya harus bersabar menunggu bus ini walaupun banyak sekali bus-bus lain yang lewat di depan saya. Apakah saya menyesal telah menunggu lama? Tentu saja tidak, karena tujuan akhir yang ingin saya capai adalah HEMAT ONGKOS bukan Hemat Waktu.
                Tentu dalam hidup kita akan dihadapkan pada banyak pilihan, bukan? Dan peluangny sangat kecil untuk bisa meraih semuanya. Maka tentukan tujuan akhir apa yang ingin kamu dapatkan, lalu pilihan apa yang bisa kamu lakukan. That’s right!

Sabtu, 09 November 2013

RE-LA-SI

Kali ini saya ingin bercerita tentang pentingya sebuah relasi. Ya re-la-si, kenapa saya perlu mengejanya seperti itu? Sederhana saja, hanya ingin menyamakan pikiran tentang kata relasi. Karena salah mengeja bisa menyebabkan salah arti. Coba saja Anda mengejanya dengan cara yang berbeda pasti akan bermakna beda pula.
                Nah, mendengar kata re-la-si apa yang terfikirkan dalam diri Anda? Jaringan? Hubungan kerja sama? Koneksi? Yupz betul sekali! Lalu mengapa kita harus memiliki relasi yang banyak? Pasti semuanya akan menjawab, punya relasi banyak itu manfaatnya cuma satu, yaitu mempermudah akses. Ya.. akses kemana saja sebanyak relasi yang kamu punya. 
                Namun sempat terbesit dalam diri saya, mengapa harus punya banyak relasi jika sekedar untuk mamanfaatkan mereka demi kepentingan kita? Oleh karena itu, saya pun tidak punya banyak relasi. Hingga suatu ketika saya menemukan satu jawaban yang berbeda mengenai pentingnya memilki relasi. Tidak hanya sekedar untuk kepentingan diri sendiri.
                Suatu ketika saya sedang melakukan penelitian di universitas lain. Untungnya, saya punya seorang teman yang bersedia membantu saya selama penelitian. Teman saya ini tipikal orang yang pintar membangun relasi. Ia berteman dengan siapa saja. Karena banyaknya relasi yang dimiliki oleh teman saya inilah kemudian mempermudah pelaksanaan penelitian yang saya lakukan.

                Di titik inilah saya baru sadar bahwa memiliki relasi itu penting karena semakin banyak relasi yang kamu punya maka akan semakin banyak orang yang bisa kamu bantu.