Minggu, 12 Februari 2012

Hijab : Sebuah Metamorfosis menuju kesempurnaan sebagai seorang Muslimah

-->
                Tak pernah terlintas dalam fikiranku akan berada dalam posisi ini, mengemban amanah, berjalan di arena dakwah seperti ini. Terkadang, ingin rasanya lari menghindar karena kelelahan kecil ataupun celoteh tajam.  Ya ALLAH... teguhkanlah hamba untuk senantiasa tegak di jalan dakwah ini.
          ...................................................................................................................................................
            Sering terlontar tanya, “Sejak kapan berjilbab?”
            “Sejak kuliah”, jawabku tenang
            “Oia?? Masa sich? Aku pikir udah sejak SMA.. ”
            “Kenapa?”
            “Pantesan si X itu kaget banget leat kamu sekarang, katanya kamu beda banget. Dia temanmu SMA kan?”
            “iya, sebenarnya sih temen sejak SMP, cuma nggak deket hanya sekedar kenal. . Maklum kalau dia agak kaget.”
            ......................................................................................................................................................
            Sedikit flashback....
            Teringat masa-masa dulu, disaat diri ini masih jauh dari hijab. Namun, bukan berarti suka berpakaian yang ala you can see, ketat  ataupun “terbuka” yang terkesan seksi. Gayaku masih cukup sopanlah untuk orang timur dan sejatinya aku memang tidak terlalu nyaman kalau memakai pakaian ketat apalagi terbuka.
            Pemahaman mengenai agama pun yach lumayanlah, soalnya dulu sempet masuk Madrasah Ibtidaiyah (sekolah islam tapi masuknya siang, deket rumah) walau tidak sampai selesai, kelas 5 keluar, soalnya ngerasa capek, susah ngatur waktu. Yach maklum, pagi berangkat sekolah dasar, pulang, istirahat bentar sekolah lagi di MI. Sok sibuk banget yah, padahal sebenarnya sih alasan utamanya udah males aja, hehe ;P
            Suatu ketika pernah terlibat obrolan kecil dengan sobat segenk waktu SMP (sebenernya kami tidak suka dengan istilah ‘genk’ lebih suka menyebutnya sebagai kelompok persahabatan), masih amah, mengenai ‘Kapan yah kita pake jilbab’. Salah satu temenku waktu itu bilang pengen berjilbab ketika kuliah nanti, yach dia yang paling  semangat untuk berjilbab waktu itu. Ada juga yang pengen berjilbab saat sudah menikah nanti. Yang lain sepakat untuk berjilbab saat kuliah. Sementara aku, saat itu masih tidak yakin, kapan mau berjilbab. Alasanku cukup klise, ingin menata hati dulu baru berjilbab. Pikirku, buat apa berjilbab kalau perilaku kita tidak sesuai syariah. Dan teman-temanku mengamini hal ini.
             Saat masuk SMA, ibu sempat menyuruh untuk berjilbab, hanya saja aku menolak dengan alasan belum siap. Waktu itu aku merasa akan kurang nyaman saja  kalau mesti pakai jilbab ke sekolah. Merasa tidak PeDe gitulah. Padahal saat itu aku sudah paham benar bahwa berjilbab itu merupakan kewajiban seorang muslimah yang tidak bisa ditawar ataupun ditunda. (Astagfirullah....)
            Di awal tahun masuk SMA, mulai muncullah kerinduan untuk mengkaji ilmu agama. Sungguh, inilah karunia Allah, ketika cahaya itu mulai tersibak sedikit demi sedikit. Selalu terbesit dalam pikiranku, apa yang telah aku persiapkan untuk akhiratku nanti. Apa yang bisa aku lakukan untuk membalas kedua orang tuaku? Tentunya, doa anak sholeh yang mampu memberatkan nilai amalan bagi orang tua. Selain itu, ini merupakan pintu gerbang untuk menata hati sebelum aku berjilbab. Tahun kedua akupun tertarik untuk ikut kajian IQRO (sejenis perkumpulan untuk para akhwat ketika ikhwan mengerjakan ibadah sholat jum’at).
            Inilah awal dari perjalanan duniaku di dunia dakwah. Kebetulan aku mendapat amanah untuk mengurus acara IQRO dan secara tidak langsung aktif di Rohis Al-Izzah (nama Rohis SMA 1 Pati). Aku mulai masuk dalam halaqah dikelilingi oleh para jilbaber. Terkadang ada perasaan agak minder karena hanya aku dan seorang temanku yang tidak berjilbab dalam lingkaran halaqah. Jadi kalau temanku itu  tidak berangkat maka akulah satu-satunya yang tidak berjilbab.
            Banyak hal yang aku dapatkan selama berada di lingkungan ini. Bertambahnya ilmu tentang agama (bahkan mengenai hijab) dan meningkatnya ibadah harianku contoh kecilnya lebih terjaga tilawahnya meskipun hanya 5 hari dalam seminggu. Bahkan aku dipercaya untuk menjadi asisten pementor padahal aku tidak berjilbab. Masih teringat bagaimana ekspresi salah satu guru agamaku yang terkesan kaget karena aku salah satu asisten pementor. Tapi, hal ini belum juga menumbuhkan keinginan untuk segera berjilbab.
            ...................................................................................................................................................
            “Kadang orang berfikir untuk menata hati dulu, jika sudah mampu menjaga sikap baru berjilbab. Tapi bagiku, dengan berjilbab, kita justru bisa menata hati dan menjaga perilaku agar sesuai syari’ah,” ucap seorang teman seusai sholat dhuha. Sempat tertegun mendengarnya dan hati kecil ini pun diam-diam membenarkan.
            Hari berlalu dan akupun melupakan perkataan di pagi itu. Hingga suatu ketika aku menemukan kalimat yang sama di dalam buku yang ku baca (judulnya apa aku lupa, yang pasti buku itu bercerita seputar berjilbab). “Banyak wanita yang menunda untuk berjilbab dengan alasan ingin menata hati dulu, memperbaiki perilaku baru berjilbab. Padahal itu hanyalah bujuk rayu syaitan yang menghalangimu untuk berjilbab” kurang lebihnya begitu. Di buku yang lain (lagi-lagi lupa judulnya) menambahkan, “Mengapa mesti memilah-milah dalam menjalankan perintah-Nya, sebagaimana sikap Yahudi.” (Maaf jika redaksionalnya tidak sesuai tapi intinya begitu).  Hal ini dapat kita temukan dalam QS. Al-Baqarah : 85, Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”
          Sejak itu, banyak hal yang aku pikirkan. Aku mulai mengagumi sosok jilbaber. Betapa mulianya mereka sebagai wanita, mampu menunjukkan identitas sebagai seorang muslimah. Terkadang iri melihat anak perempuan yang lebih muda dariku tapi lebih dulu berjilbab. Sementara itu, melihat teman-teman yang mulai mengenakan jilbab, keinginan untuk berjilbab pun mulai timbul kuat.
            ..................................................................................................................................................
            Sore itu, aku beranikan diri mengutarakan keinginanku untuk berjilbab kepada ibuku. Namun, ibu berkata nanti saja kalau kuliah. Waktu itu, aku kelas XII dan akan memasuki semester 2, sangat berat bagi ibuku untuk membelikanku seragam sekolah yang baru.  Jadi, atas pertimbangan itulah beliau menyarankan untuk menunda sampai lulus. Sedih sekali rasanya harus menunda untuk mengenakan jilbab, Tak terasa air mata pun menetes. Ada penyesalan kenapa aku dulu menolak saat ibu menawarkan untuk berjilbab.
            Meski begitu, aku sudah mulai belajar mengenakan jilbab jika mendatangi suatu acara atau pergi ke tempat yang memiliki jarak tempuh jauh. Ibu membantuku mempersiapkan segala sesuatunya, membelikan aku baju dan jilbab walau hanya 1-2 potong.  Segala sesuatunya aku lakukan secara bertahap hingga memasuki dunia perkuliahan. Jikalau dulu tidak mengenakan jilbab saat menjaga toko (kebetulan ortu punya usaha kecil-kecilan di rumah) bahkan ke rumah tetangga. Sekarang alhamdulillah sudah dikuatkan untuk berjilbab. Semoga Istiqomah menyempurnakan jilbab hingga akhir hayat.
            ........................................................................................................................................................
            Begitulah kisahnya mengapa aku berjilbab. Mungkin bagi sebagian orang tidak begitu menarik karena aku tidak mengalami kejadian spiritual yang mengagumkan dan menggetarkan jiwa yang mendengarkan atau membaca kisahnya. Tapi, beginilah cara Allah menyadarkanku melalui hal yang sederhana. Tidak perlu menunggu hal-hal besar terjadi, untuk berubah menjadi lebih baik. Cukuplah kalian merenungi setiap detik yang telah dilalui.Fikirkan, pahami, dan resapi......
                “Ya Allah jadikanlah aku hamba-Mu yang sholeh...”  
                Sepotong Doa yang pernah terucap di masa lampau dan begitulah cara Allah mengabulkan doa hamba-Nya

Semarang, 11 Februar1 2012
           
Saudariku, kapankah engkau akan berjilbab? Menutup perhiasanmu agar tidak mudah di rusak orang lain. Janganlah menunggu terlalu lama, berjilbablah segera.
Saudariku, ceritakanlah kisahmu......




Tidak ada komentar:

Posting Komentar