Sabtu, 19 Maret 2011

Sistem Akuntansi Syariah


A.  AKUNTANSI MURABAHAH
Pengakuan , Pengukuran, dan Penyajian Piutang - Hutang Murabahah

Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Dalam murabahah, bank syariah dapat bertindak sebagai penjual dan juga pembeli. Sebagai penjual apabila bank syariah menjual barang kepada nasabah, sedangkan sebagai pembeli apabila bank syariah membeli barang kepada supplier untuk dijual kepada nasabah.


B.   AKUNTANSI UNTUK AS SALAM

Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih), dengan penangguhan pengiriman oleh penjual (muslam ilaihi), dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.
            Berdasarkan PSAK 103 (2007), bahwa entitas dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam transaksi salam. Jika entitas bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam, maka hal ini disebut salam paralel. Entitas syariah, seperti Bank Syariah, dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank syariah bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka dalam hal ini bank syariah melaksanakan akad salam paralel.
            Ketentuan syariah yang lain terkait dengan akad salam ini diantaranya adalah bahwa spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Dalam hal bertindak sebagai pembeli, entitas dapat meminta jaminan kepada penjual untuk menghindari risiko yang merugikan. (paragrap 7, PSAK 103,2007). Lebih lanjut dijelaskan bahwa barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat, maka penjual harus bertanggungjawab atas kelalaiannya. (paragrap 8, PSAK 103,2007). Misalnya, bank syariah sebagai pembeli barang beras kepada petani dengan akad salam (memberi pembiayaan dengan akad salam), kualitas no. 1, dengan harga Rp 6.000,- 5 ton, jumlah total dalam akad =Rp 30.000.000,- yang akan dikirim petani, misal, tuan Ali setelah 3 bulan. Apabila setelah 3 bulan tuan Ali menyerahkan beras kualitas 2, maka tuan Ali menyerahkan barang tidak sesuai dengan akad dan bank syariah berhak untuk menolak barang tersebut dan tuan Ali bertanggungjawab terhadap pengiriman barang kualitas no. 1. Dalam kondisi ini, maka bank syariah memperlakukan transaksi ini tidak dapat sebagai penerimaan barang salam dan apabila bank memberikan perpanjangan waktu pengiriman maka piutang salam tetap dicatat dalam pembukuan bank syariah.
            Juga dijelaskan dalam PSAK 103 (2007) bahwa sesungguhnya transaksi salam dilakukan karena pembeli berniat memberikan modal kerja terlebih dahulu untuk memungkinkan penjual (produsen) memproduksi barangnya, barang yang dipesan memiliki spesifikasi khusus, atau pembeli ingin mendapatkan kepastian dari penjual. Transaksi salam diselesaikan pada saat penjual menyerahkan barang kepada pembeli. (paragrap 10, PSAK 103,2007).

C.  AKUNTANSI MUDHARABAH
            Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka, jika usaha mengalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.
            Dalam pelaksanaannya mudharabah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) dan mudharabah maqayyadah (investasi terikat). Mudharabah muthlaqah adalah akad mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasi, sedangkan mudharabah muqayyadah adalah akad mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
            Dalam operasional mudharabah, entitas syariah dapat bertindak sebagai pemilik dana maupun pengelola dana. Apabila bank bertindak sebagai pemilik dana maka dana yang disalurkan disebut investasi mudharabah. Apabila entitas syariah sebagai pengelola dana maka :

(a) dalam akad mudharabah muqayyadah, dana yang diterima disajikan dalam laporan perubahan investasi terikat sebagai investasi terikat dari nasabah;

(b) dalam akad mudharabah muthlaqah, dana yang diterima disajikan dalam neraca sebagai dana syirkah temporer. Mengenai pengembalian pembiayaan mudharabah dapat dilakukan bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau pada saat diakhirinya akad mudharabah.
 (c) Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan keuntungan , maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menimbulkan kerugian, maka kerugian finansial menjadi tanggungan pemilik dana. (paragraph 5-10, PSAK 105,2007).


D.  AKUNTANSI MUSYARAKAH
            Musyarakah sebenarnya hampir sama dengan mudharabah. Musyarakah merupakan akad kerjasama diantara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah mitra dan pemilik dana, misal bank, sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya, mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank. Pembiayaan musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas, termasuk aktiva tidak berwujud seperti lisensi dan hak paten. Musyarakah dapat bersifat musyarakah permanen maupun menurun. Dalam musyarakah permanen, bagian modal setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad, sedangkan dalam musyarakah menurun, bagian modal pemilik dana atau bank akan dialihkan secara bertahap kepada mitra, sehingga bagian modal pemilik dana / bank akan menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik usaha tersebut.
            Laba musyarakah dibagi diantara para mitra, baik secara proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan (baik berupa kas maupun aktiva lainnya) atau sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh semua mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan baik berupa kas maupun aktiva lainnya.
            Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan yang disengaja adalah:

(a) Pelanggaran terhadap akad, antara lain, penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan operasional; atau

(b) Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
            Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang (seperti lembaga pengadilan atau lembaga arbitrase syariah).
            Disamping itu, jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi keuntungan yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan lainnya.
            Kaitannya dengan bagi hasil, porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad, bukan dari jumlah investasi yang disalurkan. Untuk mengetahui hasil yang akan dibagihasilkan antar mitra, pengelola musyarakah harus mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam catatan akuntansi tersendiri. (paragrap 5-12 PSAK 106, 2007).


E.   AKUNTANSI TRANSAKSI IJARAH (SEWA-MENYEWA)
            Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas sebuah aset. Dalam transaksi ijarah yang ditekankan atau yang menjadi obyek jaminan transaksi adalah penggunaan manfaat atas sebuah aset. Oleh karena itu, salah satu rukunnya adalah harga sewa. Secara konvensional sistem ini dikenal dengan nama leasing. Dalam prinsip ini nasabah boleh memiliki barang tersebut setelah masa sewa selesai apabila besarnya sewa sudah termasuk cicilan pokok harga barang. Akuntansi ijarah yang dibahas di sini didasarkan pada PSAK 107 (IAI, 2007) dengan ilustrasi untuk memperjelas pembahasan.
            Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa ijarah adalah akad pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sewa yang dimaksud adalah sewa operasi (operating lease). Sedangkan ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad ijarah dengan wa‟ad (janji dari satu pihak kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu) perpindahan kepemilikan aset yang di-ijarah-kan pada saat tertentu. (Bersambung.......)

www. ebookakuntansisyariah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar